Minggu, 13 Juni 2021

TEORI PERKEMBANGAN SIGMUND FREUD DAN KRITIKNYA

 


Muhammad Rifqi Arif

191310004235

4 pai a8

PENDAHULUAN


Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Frieberg, kota kecil, di daerah Monarva, yang pada waktu itu merupakan suatu daerah kekaisaran Austria-Hongaria, dan sekarang termasuk Republik Ceko. Ia adalah seorang yang berasal dari keluarga Yahudi. Ayahnya bernama Jacob Freud, seorang pedagang atau agen tektil. Ketika berumur empat tahun Sigmund Freud beserta keluarganya pindah ke Wina. Di ibu kota Austria itu ia menetap sampai usia 82 tahun, kemudian ia mengungsi ke London setelah tentara Hilter menyerbu Austria (Susanto, 2012: 54). Ia belajar kedokteran di Universitas Wina. Ia bekerja di laboratorium Profesor Brucecke, ahli ternama dalam bidang fisiologi (1876-1882). Sebagai dokter ia bertugas di rumah sakit umum di Wina, dengan memusatkan perhatiannya pada anatomi otak (1882—1885). Beberapa tahun lamanya ia mengadakan riset tentang kokaine, sejenis obat bius (1884—1887). Pada tahun 1886 ia menikah dengan Martha Bernays dan karena alasan ekonomis ia mengurangi penelitian ilmiah, serta membuka praktik sebagai dokter saraf (K. Bertens, 2006: 9—10). Sebagai ilmuwan, Sigmund Freud yang merupakan pemikir besar abad ke-20, menurut versi majalah berita Amerika Time, ia tergolong tokoh yang terpilih dari 100 pribadi yang menonjol sebagai ilmuwan dan pemikir, nama Sigmund Freud masuk kategori ilmuwan besar seperti Flemming, Salk, Keynes, dan Einstein (K. Bertens, 2006: 1).

  Pada bagian inti dari kepribadian yang sepenuhnya tidak disadari adalah wilayah psikis yang disebut sebagai id, yaitu istilah yang diambil dari kata ganti untuk”sesuatu” atau “itu” (the it), atau komponen yang tidak sepenuhnya diakui oleh kepribadian. Id tidak punya kontak dengan dunia nyata, tetapi selalu berupaya untuk meredam ketegangan dengan cara memuaskan hasrat-hasrat dasar. Ini dikarenakan satu-satunya fungsi id adalah untuk memperoleh kepuasan sehingga kita menyebutnya dengan prinsip kesenangan(pleasure principle).B

Bayi yang baru lahir adalah perwujudan dari id yang bebas dari hambatan ego maupun superego. Bayi mencari pemuasan kebutuhan tanpa ambil pusing apakah hal tersebut memungkinkan untuk dilakukan atau apakah hal tersebut tepat untuk dilakukan. Bahkan, bayi akan tetap mengisap, terlepas dari ada atau tidak adanya puting susu, untuk memperoleh kepuasan.

 Singkatnya, id adalah wilayah yang primitif, kacau balau, dan tidak terjangkau oleh alam sadar. Id tidak sudi diubah, amoal, tidak logis, tidak bisa diatur, dan penuh energi yang datang dari dorongan-dorongan dasar serta dicurahkan semata-mata untuk memuaskan prinsip kesenangan (Feist dan Gregory J. Feist, 2010: 32).

Ego atau saya adalah satu-satunya wilayah pikiran yang memiliki kontak dengan realita. Ego berkembang dari id semasa bayi dan menjadi satu-satunya sumber seseorang dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan(reality principle), yang berusaha menggantikan prinsip kesenangan milik id. Sebagai satu-satunya wilayah dari pikiran yang berhubungan dengan dunia luar, maka ego pun mengambil peran eksekutif atau pengambil keputusan dari kepribadian. Akan tetapi, karena ego sebagian bersifat sadar, sebagian bersifat bawah sadar, dan sebagian lagi bersifat tidak sadar, maka ego bisa membuat keputusan di ketiga tingkat tersebut. Contohnya, ego seorang wanita, secara sadar, memotivasinya untuk memilih pakaian yang dijahit rapi dan sangat licin karena ia merasa nyaman berbusana seprtti itu. Pada saat yang sama, ia mungkin ingat samar-samar, secara bawah sadar, bahwa sebelumnya ia pernah dipuji karena memilih pakaian yang bagus. Selain itu, ia barangkali termotivasi secara tidak sadar, untuk berperilaku sangat rapi dan teratur karena pengalamannya di masa kecil pada saat dilatih menggunakan toilet (toilet training). Jadi, keputusannya untuk mengenakan pakaian yang rapi dan licin bisa terjadi di tiga tingkat kehidupan mental (Feist dan Gregory J. Feist, 2010: 33).

Superego

Dalam psikologi Freudian, superego atau saya yang lebih (abov-I), mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralitas dan idealis (moralistic and idealistic principles) yang berbeda dengan prinsip kesenangan dari id dan prinsip realitas dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tidak punya sumber energinya sendiri. Superego memiliki dua subsistem , suara hati(conscience) dan ego ideal. Freud tidak membedakan kedua fungsi ini secara jelas, tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas da mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan. Suara hati yang primitif datang dari kepatuhan anak pada standar orang tua karena takut kehilangan rasa cinta dan dukungan orang tua. Kemudian, pada fase perkembangan Oedipal pikiran-pikiran tersebut terinternalisasi melalui identifikasi pada ibu dan ayah. 

Superego tidak ambil pusing dengan kebahagiaan ego. Superego memperjuangkan kesempurnaan dengan kacamata kuda dan secara tidak realistis. Tidak realistis di sini artinya superego tidak mempertimbangkan hambatan-hambatan maupun hal-hal yang tidak mungkin dihadapi oleh ego dalam melaksanakan perintah superego. Memang tidak semua tuntutan superego mustahil dipenuhi, seperti juga tidak semua tuntutan orang tua maupun figur otoritas lainnya muskil untuk dipenuhi. Akan tetapi, superego menyerupai id, yang sama sekali tidak ambil pusing dan tidak peduli, apakah serangkaian syarat yang diajukan oleh superego bisa dipraktikan.

KRITIK TERHADAP PANDANGAN SIGMUND FREUD

  • CACAT METODOLOGIS DAN PEMIKIRAN FILOSOFIS 

Rasjidi mengisyaratkan untuk berhati-hati dengan pandangan Freud karena sifat uraian psikologi yang biasanya sangat meyakinkan dan menarik untuk ditelaah. Manusia akan terbuai dan menganutnya sebagai suatu kebenaran ilmiah yang mutlak jika tidak menganalisisnya secara kritis dan berusaha memahaminya secara mendalam. Rasjidi dalam kritiknya menyatakan bahwa contoh-contoh kehidupan agamis yang dikemukakan oleh Freud hanyalah orang-orang primitif dan orang-orang patologis. Contoh-contoh kehidupan keagamaan yang dikemukakan Freud tidak pernah menyentuh orang yang terkenal agamis dan ilmuwan seperti Pascal Reinhold Neibuhr, William Temple, Karel Barth yang sezaman dengan Freud.(Rasjidi;1965)

Pernyataan Rasyidi menunjukkan bahwa Freud menggunakan cara pengambilan sampel yang tidak mencerminkan representasi dari manusia yang beragama. Dari sisi metodologis, hal ini merupakan titik lemah penarikan inferensi pandangan Freud mengenai agama. Freud hanya meneliti pasien-pasien yang menderita penyakit mental atau pasien yang menghalami kegoncangan jiwa seperti frustrasi, anxiety, depresi, neurosis, dan psikotik. Generalisasi yang ditarik dari hasil pengamatannya terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental menyebabkan Freud berkesimpulan bahwa agama adalah ilusi dan neurosis yang mengancam kehidupan manusia. 


  • SEKS SEBAGAI DASAR MOTIVASI KEAGAMAAN

Freud menyatakan bahwa motivasi beragama didasarkan pada dorongan seks. Freud memperkuat anggapannya dengan mengemukakan teori Oedipus Complex serta totemisme yang berkembang pada masyarakat primitif. Sebenarnya pandangan ini merupakan gagasan Freud untuk mengkritik sistem keagamaan yang berkembang pada masa hidupnya. Para pemuka agama pada saat itu mengharamkan dirinya untuk kawin karena akan merusak kesucian dirinya dan menghalanginya untuk berkon-sentrasi dalam menekuni berbagai kegiatan keagamaan yang menjadi bidang pengabdiannya. Konsep Oedipus Complex dan totemisme merupakan penggambaran dari hubungan anak-ibu dan bapak. Anak yang mencintai ibunya merasakan adanya hambatan besar dalam melawan kewibawaan dan kekuasaan mutlak Bapa yang menguasai ibu. Hubungan yang penuh dengan konflik yang kemudian direpres dan disublimasikan sebagai pemujaan kepada Bapa yang dianggap sebagai Tuhan yang maha kuasa. Teori Freud yang mengandalkan seks sebagai dasar kegiatan keagamaan dianut beberapa sekte keagamaan. Kegiatan Children of God, suatu sekte keagamaan yang memberikan kebebasan kepada penganutnya untuk berhubungan seks secara bebas dengan siapa saja, merupakan penerapan teori Freud yang mendasarkan motivasi kegiatan keagamaan pada seks. Film “The Armour of God” yang dibintangi Jacki Chan merupakan pecerminan teori Freud yang diangkat ke atas layar perak. Film ini menggambarkan betapa pemuka dan pemeluk setia suatu aliran keagamaan secara rutin mendatangkan para pelacur ke tempatnya untuk memuaskan nafsunya. Nafsu seks diangapnya sebagai suatu kegiatan yang dapat menumbuhkan semangat pengabdiannya terhadap agama, walaupun kegiatan itu mrereka lakukan secara terselubung dan di luar kontrol pengawasan lingkungannya. Gejala semacam ini ditanggapi oleh Abdul Rahman Habnakah dengan memperingatkan kaum muslimin agar berhati-hati kepada gerakan Freemansory yang menggunakan teori Freud untuk merusak dan menghancurkan akidah agama (Abdullah Nasih Ulwan;1981).

  • AGAMA ADALAH ILUSI DAN NEUROSIS 

Freud menyatakan bahwa agama adalah ilusi, neurosis dan menghalangi pemikiran kritis (Alexandria). Padahal tidak semua agama demikian. Agama, khususnya Islam, sangat menghargai kebebasan berpikir sepanjang berada dalam koridor pemikiran yang tidak menyesatkan (Aisyah Abdurrahman;1995). Pemikiran filsafat pun mempunyai rambu-rambu metode berpikir yang ketat. Pemikiran yang bebas dapat disimak dalam dialog antara Tuhan dengan Ibrahim a.s. yang mempertanyakan bagaimana cara menghidupkan orang mati. Allah tidak menghukum Nabi Ibrahim atas pertanyaan yang seakan-akan meragukan keagunga-Nya, Allah bahkan memperkuat keimanan Ibrahim dengan jalan menunjukkan kearifan keagunganNya. Empat ekor burung lumat tercencang kemudian diletakkan di atas bukit yang berbeda arah. Setelah mendapatkan panggilan, burung itu hidup dan terbang kembali mendatangi Ibrahim a.s. Peristiwa itu bukan ilusi dari seorang penderita neurosis. Peristiwa itu kongkrit, bukan angan-angan, bukan salah persepsi terhadap stimulus yang ada seperti yang biasa muncul dalam kehidupan pengidap neurosis. 

  • AGAMA SEBAGAI SUATU KONFLIK 

Pertumbuhan agama dapat saja dihubungkan dengan masa kanak-kanak, tetapi bukan dalam situasi konflik antara orangtua-anak. Kehidupan beragama yang sehat adalah keyakinan beragama yang terbina sejak kecil yang dibangun berdasarkan cinta kasih dan kebersamaan yang menumbuhkan saling kepercayaan. Rumah tangga yang penuh dengan konflik tidak akan dapat mengantar anak menjadi seorang penganut agama yang sehat, dan taat menjalankan agama. Bukti-bukti menunjukkan bahwa remaja yang terlibat dalam narkotika, dan obat-obat terlarang berasal dari rumah tangga yang diselimuti dengan konflik.

  • PENDIDIKAN AGAMA: KATARSIS VERSUS FITRAH 

Salah satu uraian Freud yang menarik perhatian adalah Super Ego. Dia menjelaskan bahwa Super Ego merupakan aspek kepribadian yang memuat unsur-unsur moral, nilai-nilai, dan adat istiadat. Sesuatu yang berhubungan dengan moral dan nilai-nilai, walaupun tidak semuanya, biasanya dikaitkan dengan agama. Internalisasi nilai-nilai menjadikan Super Ego berkembang menjadi pengawas atau hakim bagi individu sendiri yang bertindak menghadapi dorongan libidinal, mengarahkan dan mengatur hubungannya dengan Ego atau diri yang disadari Super Ego menjadi kritikus tertinggi bagi akhlaq. Super Ego menyebabkan Ego merasa bersalah (guilty feeling), apabila terjadi sesuatu yang tidak disenanginya. Freud menyimpulkan fungsinya sebagai hati nurani yang tidak disadari (The Unconscious Conscience). Brown bahkan menyebutnya sebagai Kritikus Tertinggi yang tidak disadari bagi mental manusia (The Unconscious Higher Critic of the Mind) (Abdul Aziz Al qusy;1974). Perhatian utama Super Ego adalah memutuskan apakah seseuatu itu benar atau salah. Dengan demikian, ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat (Calvin s. Hall & Gardner Lindzey;1993). Super Ego berperan sebagai penjaga moral (Roberrt W. Crapss;1993).


PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan analisis id, ego, dan superego, untuk menggambarkan kepribadian dalam teks sastra dapat ditemukan pada novel Telegram dan cerita Sangkuriang. Daalam novel itu dikisahkan bahwa dalam tradisi keluarga Aku, seorang anak laki-laki wajib menghadiri dan melaksanakan upacara kematian ibunya. Jika tidak melaksanakannhya, anak tersebut dinyatakan putus hubungan kekeluargaannya. Bagi seorang anak yang tidakmampu melaksanakan tradisi upacara kematian tersebut serta tidak berani menaggung risiko jika melanggar atau menolaknya, maka konflik batinlah yang akan terjadi di dalam dirinya. Untuk mengatasi konflik batin tersebut, tokoh Aku berkhayal lewat surat yang dibuatnya, yang seakan-akan isinya tokoh Aku dapat melaksanakan tradisi upacara kematian ibunya di Bali.Akibat keinginannya yang tidak terwujudkan dalam kenyataan yang sebenarnya, diwujudkannya lewat mimpi-mimpi kawin, dengan pacarnya, Rosa.


DAFTAR PUSTAKA


Monk, F.J. dkk., 2002, Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam 

berbagai bagiannya,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta: Pustaka Pesantren.Zulkifli L., 2006, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sekolah Isteri Bijaksana. Purwakania Hasan, Aliah B., 2006, Psikologi Perkembangan Islami, 

Dewantara, Ki Hadjar, 1962, Bagian Pertama: Pendidikan,Jokjakarta: 

http;//journal.unas.ac.id

http;//journal.uin-alauddin.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TEORI PERKEMBANGAN SIGMUND FREUD DAN KRITIKNYA

  Muhammad Rifqi Arif 191310004235 4 pai a8 PENDAHULUAN Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Frieberg, kota kecil, di daerah Monar...