Minggu, 13 Juni 2021

TEORI PERKEMBANGAN SIGMUND FREUD DAN KRITIKNYA

 


Muhammad Rifqi Arif

191310004235

4 pai a8

PENDAHULUAN


Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Frieberg, kota kecil, di daerah Monarva, yang pada waktu itu merupakan suatu daerah kekaisaran Austria-Hongaria, dan sekarang termasuk Republik Ceko. Ia adalah seorang yang berasal dari keluarga Yahudi. Ayahnya bernama Jacob Freud, seorang pedagang atau agen tektil. Ketika berumur empat tahun Sigmund Freud beserta keluarganya pindah ke Wina. Di ibu kota Austria itu ia menetap sampai usia 82 tahun, kemudian ia mengungsi ke London setelah tentara Hilter menyerbu Austria (Susanto, 2012: 54). Ia belajar kedokteran di Universitas Wina. Ia bekerja di laboratorium Profesor Brucecke, ahli ternama dalam bidang fisiologi (1876-1882). Sebagai dokter ia bertugas di rumah sakit umum di Wina, dengan memusatkan perhatiannya pada anatomi otak (1882—1885). Beberapa tahun lamanya ia mengadakan riset tentang kokaine, sejenis obat bius (1884—1887). Pada tahun 1886 ia menikah dengan Martha Bernays dan karena alasan ekonomis ia mengurangi penelitian ilmiah, serta membuka praktik sebagai dokter saraf (K. Bertens, 2006: 9—10). Sebagai ilmuwan, Sigmund Freud yang merupakan pemikir besar abad ke-20, menurut versi majalah berita Amerika Time, ia tergolong tokoh yang terpilih dari 100 pribadi yang menonjol sebagai ilmuwan dan pemikir, nama Sigmund Freud masuk kategori ilmuwan besar seperti Flemming, Salk, Keynes, dan Einstein (K. Bertens, 2006: 1).

  Pada bagian inti dari kepribadian yang sepenuhnya tidak disadari adalah wilayah psikis yang disebut sebagai id, yaitu istilah yang diambil dari kata ganti untuk”sesuatu” atau “itu” (the it), atau komponen yang tidak sepenuhnya diakui oleh kepribadian. Id tidak punya kontak dengan dunia nyata, tetapi selalu berupaya untuk meredam ketegangan dengan cara memuaskan hasrat-hasrat dasar. Ini dikarenakan satu-satunya fungsi id adalah untuk memperoleh kepuasan sehingga kita menyebutnya dengan prinsip kesenangan(pleasure principle).B

Bayi yang baru lahir adalah perwujudan dari id yang bebas dari hambatan ego maupun superego. Bayi mencari pemuasan kebutuhan tanpa ambil pusing apakah hal tersebut memungkinkan untuk dilakukan atau apakah hal tersebut tepat untuk dilakukan. Bahkan, bayi akan tetap mengisap, terlepas dari ada atau tidak adanya puting susu, untuk memperoleh kepuasan.

 Singkatnya, id adalah wilayah yang primitif, kacau balau, dan tidak terjangkau oleh alam sadar. Id tidak sudi diubah, amoal, tidak logis, tidak bisa diatur, dan penuh energi yang datang dari dorongan-dorongan dasar serta dicurahkan semata-mata untuk memuaskan prinsip kesenangan (Feist dan Gregory J. Feist, 2010: 32).

Ego atau saya adalah satu-satunya wilayah pikiran yang memiliki kontak dengan realita. Ego berkembang dari id semasa bayi dan menjadi satu-satunya sumber seseorang dalam berkomunikasi dengan dunia luar. Ego dikendalikan oleh prinsip kenyataan(reality principle), yang berusaha menggantikan prinsip kesenangan milik id. Sebagai satu-satunya wilayah dari pikiran yang berhubungan dengan dunia luar, maka ego pun mengambil peran eksekutif atau pengambil keputusan dari kepribadian. Akan tetapi, karena ego sebagian bersifat sadar, sebagian bersifat bawah sadar, dan sebagian lagi bersifat tidak sadar, maka ego bisa membuat keputusan di ketiga tingkat tersebut. Contohnya, ego seorang wanita, secara sadar, memotivasinya untuk memilih pakaian yang dijahit rapi dan sangat licin karena ia merasa nyaman berbusana seprtti itu. Pada saat yang sama, ia mungkin ingat samar-samar, secara bawah sadar, bahwa sebelumnya ia pernah dipuji karena memilih pakaian yang bagus. Selain itu, ia barangkali termotivasi secara tidak sadar, untuk berperilaku sangat rapi dan teratur karena pengalamannya di masa kecil pada saat dilatih menggunakan toilet (toilet training). Jadi, keputusannya untuk mengenakan pakaian yang rapi dan licin bisa terjadi di tiga tingkat kehidupan mental (Feist dan Gregory J. Feist, 2010: 33).

Superego

Dalam psikologi Freudian, superego atau saya yang lebih (abov-I), mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralitas dan idealis (moralistic and idealistic principles) yang berbeda dengan prinsip kesenangan dari id dan prinsip realitas dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tidak punya sumber energinya sendiri. Superego memiliki dua subsistem , suara hati(conscience) dan ego ideal. Freud tidak membedakan kedua fungsi ini secara jelas, tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas da mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan. Suara hati yang primitif datang dari kepatuhan anak pada standar orang tua karena takut kehilangan rasa cinta dan dukungan orang tua. Kemudian, pada fase perkembangan Oedipal pikiran-pikiran tersebut terinternalisasi melalui identifikasi pada ibu dan ayah. 

Superego tidak ambil pusing dengan kebahagiaan ego. Superego memperjuangkan kesempurnaan dengan kacamata kuda dan secara tidak realistis. Tidak realistis di sini artinya superego tidak mempertimbangkan hambatan-hambatan maupun hal-hal yang tidak mungkin dihadapi oleh ego dalam melaksanakan perintah superego. Memang tidak semua tuntutan superego mustahil dipenuhi, seperti juga tidak semua tuntutan orang tua maupun figur otoritas lainnya muskil untuk dipenuhi. Akan tetapi, superego menyerupai id, yang sama sekali tidak ambil pusing dan tidak peduli, apakah serangkaian syarat yang diajukan oleh superego bisa dipraktikan.

KRITIK TERHADAP PANDANGAN SIGMUND FREUD

  • CACAT METODOLOGIS DAN PEMIKIRAN FILOSOFIS 

Rasjidi mengisyaratkan untuk berhati-hati dengan pandangan Freud karena sifat uraian psikologi yang biasanya sangat meyakinkan dan menarik untuk ditelaah. Manusia akan terbuai dan menganutnya sebagai suatu kebenaran ilmiah yang mutlak jika tidak menganalisisnya secara kritis dan berusaha memahaminya secara mendalam. Rasjidi dalam kritiknya menyatakan bahwa contoh-contoh kehidupan agamis yang dikemukakan oleh Freud hanyalah orang-orang primitif dan orang-orang patologis. Contoh-contoh kehidupan keagamaan yang dikemukakan Freud tidak pernah menyentuh orang yang terkenal agamis dan ilmuwan seperti Pascal Reinhold Neibuhr, William Temple, Karel Barth yang sezaman dengan Freud.(Rasjidi;1965)

Pernyataan Rasyidi menunjukkan bahwa Freud menggunakan cara pengambilan sampel yang tidak mencerminkan representasi dari manusia yang beragama. Dari sisi metodologis, hal ini merupakan titik lemah penarikan inferensi pandangan Freud mengenai agama. Freud hanya meneliti pasien-pasien yang menderita penyakit mental atau pasien yang menghalami kegoncangan jiwa seperti frustrasi, anxiety, depresi, neurosis, dan psikotik. Generalisasi yang ditarik dari hasil pengamatannya terhadap orang-orang yang mengalami gangguan mental menyebabkan Freud berkesimpulan bahwa agama adalah ilusi dan neurosis yang mengancam kehidupan manusia. 


  • SEKS SEBAGAI DASAR MOTIVASI KEAGAMAAN

Freud menyatakan bahwa motivasi beragama didasarkan pada dorongan seks. Freud memperkuat anggapannya dengan mengemukakan teori Oedipus Complex serta totemisme yang berkembang pada masyarakat primitif. Sebenarnya pandangan ini merupakan gagasan Freud untuk mengkritik sistem keagamaan yang berkembang pada masa hidupnya. Para pemuka agama pada saat itu mengharamkan dirinya untuk kawin karena akan merusak kesucian dirinya dan menghalanginya untuk berkon-sentrasi dalam menekuni berbagai kegiatan keagamaan yang menjadi bidang pengabdiannya. Konsep Oedipus Complex dan totemisme merupakan penggambaran dari hubungan anak-ibu dan bapak. Anak yang mencintai ibunya merasakan adanya hambatan besar dalam melawan kewibawaan dan kekuasaan mutlak Bapa yang menguasai ibu. Hubungan yang penuh dengan konflik yang kemudian direpres dan disublimasikan sebagai pemujaan kepada Bapa yang dianggap sebagai Tuhan yang maha kuasa. Teori Freud yang mengandalkan seks sebagai dasar kegiatan keagamaan dianut beberapa sekte keagamaan. Kegiatan Children of God, suatu sekte keagamaan yang memberikan kebebasan kepada penganutnya untuk berhubungan seks secara bebas dengan siapa saja, merupakan penerapan teori Freud yang mendasarkan motivasi kegiatan keagamaan pada seks. Film “The Armour of God” yang dibintangi Jacki Chan merupakan pecerminan teori Freud yang diangkat ke atas layar perak. Film ini menggambarkan betapa pemuka dan pemeluk setia suatu aliran keagamaan secara rutin mendatangkan para pelacur ke tempatnya untuk memuaskan nafsunya. Nafsu seks diangapnya sebagai suatu kegiatan yang dapat menumbuhkan semangat pengabdiannya terhadap agama, walaupun kegiatan itu mrereka lakukan secara terselubung dan di luar kontrol pengawasan lingkungannya. Gejala semacam ini ditanggapi oleh Abdul Rahman Habnakah dengan memperingatkan kaum muslimin agar berhati-hati kepada gerakan Freemansory yang menggunakan teori Freud untuk merusak dan menghancurkan akidah agama (Abdullah Nasih Ulwan;1981).

  • AGAMA ADALAH ILUSI DAN NEUROSIS 

Freud menyatakan bahwa agama adalah ilusi, neurosis dan menghalangi pemikiran kritis (Alexandria). Padahal tidak semua agama demikian. Agama, khususnya Islam, sangat menghargai kebebasan berpikir sepanjang berada dalam koridor pemikiran yang tidak menyesatkan (Aisyah Abdurrahman;1995). Pemikiran filsafat pun mempunyai rambu-rambu metode berpikir yang ketat. Pemikiran yang bebas dapat disimak dalam dialog antara Tuhan dengan Ibrahim a.s. yang mempertanyakan bagaimana cara menghidupkan orang mati. Allah tidak menghukum Nabi Ibrahim atas pertanyaan yang seakan-akan meragukan keagunga-Nya, Allah bahkan memperkuat keimanan Ibrahim dengan jalan menunjukkan kearifan keagunganNya. Empat ekor burung lumat tercencang kemudian diletakkan di atas bukit yang berbeda arah. Setelah mendapatkan panggilan, burung itu hidup dan terbang kembali mendatangi Ibrahim a.s. Peristiwa itu bukan ilusi dari seorang penderita neurosis. Peristiwa itu kongkrit, bukan angan-angan, bukan salah persepsi terhadap stimulus yang ada seperti yang biasa muncul dalam kehidupan pengidap neurosis. 

  • AGAMA SEBAGAI SUATU KONFLIK 

Pertumbuhan agama dapat saja dihubungkan dengan masa kanak-kanak, tetapi bukan dalam situasi konflik antara orangtua-anak. Kehidupan beragama yang sehat adalah keyakinan beragama yang terbina sejak kecil yang dibangun berdasarkan cinta kasih dan kebersamaan yang menumbuhkan saling kepercayaan. Rumah tangga yang penuh dengan konflik tidak akan dapat mengantar anak menjadi seorang penganut agama yang sehat, dan taat menjalankan agama. Bukti-bukti menunjukkan bahwa remaja yang terlibat dalam narkotika, dan obat-obat terlarang berasal dari rumah tangga yang diselimuti dengan konflik.

  • PENDIDIKAN AGAMA: KATARSIS VERSUS FITRAH 

Salah satu uraian Freud yang menarik perhatian adalah Super Ego. Dia menjelaskan bahwa Super Ego merupakan aspek kepribadian yang memuat unsur-unsur moral, nilai-nilai, dan adat istiadat. Sesuatu yang berhubungan dengan moral dan nilai-nilai, walaupun tidak semuanya, biasanya dikaitkan dengan agama. Internalisasi nilai-nilai menjadikan Super Ego berkembang menjadi pengawas atau hakim bagi individu sendiri yang bertindak menghadapi dorongan libidinal, mengarahkan dan mengatur hubungannya dengan Ego atau diri yang disadari Super Ego menjadi kritikus tertinggi bagi akhlaq. Super Ego menyebabkan Ego merasa bersalah (guilty feeling), apabila terjadi sesuatu yang tidak disenanginya. Freud menyimpulkan fungsinya sebagai hati nurani yang tidak disadari (The Unconscious Conscience). Brown bahkan menyebutnya sebagai Kritikus Tertinggi yang tidak disadari bagi mental manusia (The Unconscious Higher Critic of the Mind) (Abdul Aziz Al qusy;1974). Perhatian utama Super Ego adalah memutuskan apakah seseuatu itu benar atau salah. Dengan demikian, ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat (Calvin s. Hall & Gardner Lindzey;1993). Super Ego berperan sebagai penjaga moral (Roberrt W. Crapss;1993).


PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan analisis id, ego, dan superego, untuk menggambarkan kepribadian dalam teks sastra dapat ditemukan pada novel Telegram dan cerita Sangkuriang. Daalam novel itu dikisahkan bahwa dalam tradisi keluarga Aku, seorang anak laki-laki wajib menghadiri dan melaksanakan upacara kematian ibunya. Jika tidak melaksanakannhya, anak tersebut dinyatakan putus hubungan kekeluargaannya. Bagi seorang anak yang tidakmampu melaksanakan tradisi upacara kematian tersebut serta tidak berani menaggung risiko jika melanggar atau menolaknya, maka konflik batinlah yang akan terjadi di dalam dirinya. Untuk mengatasi konflik batin tersebut, tokoh Aku berkhayal lewat surat yang dibuatnya, yang seakan-akan isinya tokoh Aku dapat melaksanakan tradisi upacara kematian ibunya di Bali.Akibat keinginannya yang tidak terwujudkan dalam kenyataan yang sebenarnya, diwujudkannya lewat mimpi-mimpi kawin, dengan pacarnya, Rosa.


DAFTAR PUSTAKA


Monk, F.J. dkk., 2002, Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam 

berbagai bagiannya,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta: Pustaka Pesantren.Zulkifli L., 2006, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sekolah Isteri Bijaksana. Purwakania Hasan, Aliah B., 2006, Psikologi Perkembangan Islami, 

Dewantara, Ki Hadjar, 1962, Bagian Pertama: Pendidikan,Jokjakarta: 

http;//journal.unas.ac.id

http;//journal.uin-alauddin.ac.id

Psikologi perkembangan anak

Muhammad Rifqi Arif

191310004235

4pai a8



PENDAHULUAN


Mendambakan sesuatu yang baik dan sempurna memerlukan adanya  proses yang cukup panjang untuk mewujudkannnya. Misalnya tumbuhan, untuk menjadikan tumbuhan itu tumbuh segar dan subur, maka tidak terlepas dari pemeliharaannya sejak awal yakni bermula dari memilih bibit, menanam, merawat, dan membesarkannya hingga kemudian dapat dipetik hasilnya.Sama halnya ketika orang tua menginginkan anaknya sehat, pintar dan berbakat. Hal ini tidak terlepas dari adanya upaya maksimal untuk mendapatkannya melalui proses panjang yang tidak mudah. 

Pertama, menentukan pasangan hidup secara selektif sebagai sarana penentu bagi terciptanya bibit manusia produktif yang dapat memberikan kemanfaatan dalam kehidupan sosial. 

Dengan selektifitas itu pula akan dengan mudah untuk berkomitmen dalam  menjaga keutuhan keluarga. Senada dengan penjelasan Agoes Dariyo, yang  terpenting dalam pernikahan adalah upaya mempertahankan keutuhan hubungan pasangan suami istri dan memelihara anak-anak sampi tumbuh menjadi orang yang dewasa dan bertanggung jawab. (Agoes Dariyo, 2007:69) Jika seleksi itu tidak dilakukan, bisa saja perceraian akan terjadi  disebabkan adanya ketidak-cocokan di antara keduanya. Tentu hal ini akan sangat berpengaruh terhadap terhadap proses perkembangan anak. Perceraian (divorce) hanya menambah masalah, karena setelah orang tua bercerai biasanya anak-anak menjadi terlantar dan tidak terurus dengan baik. Anak akan menderita secara psikologis, sedih, kecewa, depresi dan tidak nyaman hidup di tengah masyarakat. (Ali Qoimi, 2002:30)

Oleh karenanya, orang tua wajib melaksanakan hak dan kewajiban sesuai perjanjian yang telah disetujui bersama dan menjaga agar rumah tangga terhindar dari berbagai guncangan serta menyiapkan sarana bagi pertumbuhan, perkembangan dan kebahagiaan anak-anak. 

Kedua, memahami proses kehamilan dan perubahan-perubahan pada anak baik secara fisik maupun psikis agar tidak menimbulkan hal-hal yang  dapat menghambat pertumbuhannya selama masa penentuan itu dan memiliki kesiapan mental terutama bagi sang ibu untuk menciptakan kebiasaan-kebiasaan  positif di saat kehamilannya.

Berkaitan dengan hal itu, Ubes Nur Islam berpendapat bahwa yang lebih penting bagi orang tua, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan pralahir, yaitu bahwa bayi pralahir memiliki potensi besar untuk menerima dan menggapai semua stimulasi dan sensasi yang diberikan oleh orang tuanya. (Ubes Nur Islam, 2007:25)

Ketiga, mapan secara finansial untuk memenuhi kebutuhan si kecil baik gizi, pakaian dan segala sesuatu yang bisa menjamin kenyamanan hidup anak. Kebutuhan penting dan awal bagi manusia sejak masa kelahiran sampai kematiannya adalah kebutuhan jasmani, boleh jadi seseorang yang tak dapat merasakan keceriaan masih dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang, meskipun tak kan sempurna, akan tetapi jika kebutuhan jasmaninya tidak terpenuhi maka ia taka kan mampu melangsungkan kehidupannya. (Ali Qoimi, 2007:107)




BAB II

PEMBAHASAN

A. sebagai karunia dari Allah yang sekaligus merupakan amanah, harus diapresiasi dengan rasa syukur mendalam yang diimplementasikan dalam bentuk ketulusan merawat dan membimbingnya menjadi pribadi tangguh, memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan agar tertanam di dalam dirinya keimanan yang kuat untuk meyakini sepenuhnya terhadap adanya sang pencipta seluruh alam beserta keajaiban-keajaibannya. Tiada sesuatu pun yang diciptakan oleh Allah yang tidak memiliki orientasi jelas dalam rangkaian fenomena kehidupan ini, melainkan terdapat tujuan yang dapat mendukung terhadap bergulirnya kehidupan sesuai dengan kebutuhan masing-masing ciptaan yang ada di alam semesta ini. Misalnya manusia, ia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki kapasitas kemuliaan yang lebih dibandingkan dengan makhluk lainnya, disebabkan ia memiliki akal sehingga ia diamanahi untuk mengurusi alam sebagai upaya menstabilkan kondisi alam tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an di saat Dia berkomunikasi dengan para malaikat :

Perkembangan Janin Masa Konsepsi Perkembangan pada manusia dimulai pada saat konsepsi atau pembuahan,  yaitu pada pembuahan telur oleh spermatosoma. Bila spermatosoma laki-laki memasuki dinding telur (ovum) wanita, terjadilah konsepsi.

Helda Nur Ania Psikologi Perkembangan Anak Jurnal Pendidikan Islam Al I‟tibar,(Vol.2,No.1), h.38-55 41

Artinya: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau? “Allah berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui”(Q.S. Al-Baqarah: 30).

Jika dibahas dalam tiga tahap (tahap geminal, tahap embrio dan tahap fetus) seperti, maka perkembangan janin tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Aliah B. Purwakania Hasan (Purwakania Hasan, 2007:76-78) adalah sebagai berikut:

  • Tahap Germinal (Pra-embrionik)

Tahap germinal atau tahap praembrionik merupakan awal dari  kehidupan manusia. Proses ini dimulai ketika sperma melakukan penetrasi terhadap telur dalam proses pembuahan, yang normalnya  terjadi akibat hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan, pada tahap ini zigot dibentuk.

  • Tahap Emrbrio

Tahap kedua, yang disebut tahap embrio, berlangsung lima setengah minggu. Tahap embrio mulai ketika zigot telah tertanam dengan baik pada dinding rahim. Dalam tahap ini, sistem dan organ dasar bayi mulai terbentuk dari susunan sel. Meskipun bentuk luar masih jauh berbeda disbanding kan manusia dewasa, beberapa bentuk seperti mata dan tangan, bahkan telinga dan kaki mulai dapat dikenali.

  • Tahap FetalM

Memasuki tahap ketiga dari dari kehamilan, embrio disebut fetus. Tahap ini berlangsung sekitar 30 minggu, mulai dari minggu kedelapan kehamilan dan berakhir sampai saat lahir. Dalam tahap ini, wajah, tangan, dan kaki dari fetus mulai terlihat berbeda dan fetus tampak dalam bentuk manusia. Selain itu, otak juga telah terbentuk, dan mulai menjadi lebih kompleks dalam beberapa bulan. Dalam tahap fetal bentuk manusia telah dapat dikenali, berbeda daripada tahap embrio yang lebih  menyerupai segumpal daging. 

  • Perkembangan Anak

Mengenai perkembangan anak, Ibnu Qayyim memulai menjelaskannya dari kondisi bayi yang masih dalam keadaan lemah, di mana bayi mengalami keadaan yang sama sekali baru ia hanya bisa menangis setelah berbulan-bulan berada di dalam rahim ibunya. Menurutnya keadaan lemah itu dialaminya dikarenakan terpisahnya ia dari kebiasaan dan

harmonis dengan sang anak. Seorang bapak yang agung akan mendekap anaknya, mencium dan bercanda dengannya, serta sabar atas kesalahan anaknya. Dan sikap keduanya (bapak dn ibu) itu harus dilakukan dalam kerangka mencari keridhaan Allah.

Membiasakan anak dengan etika yang baik (Berakhlaqul Karimah)

Memilih dan menerapkan pola pengasuhan (parenting style) adalah penting dilakukan oleh orang tua untuk pengembangan kepribadian diri pada anak dalam keluarga. Agoes Dariyo menyatakan, masing-masing keluarga dapat memilih jenis pola pengasuhan yang sesuai dengan karakteristik keluarganya sendiri, tetapi hal yang terpenting dalam pengasuhan terhadap anak-anak adalah menggunakan aspek komunikasi dua arah antara 

orang tua dengan anak-anakPendidik terpenting bagi anak adalah orang tua, orang tua adalah orang dewasa dimana mereka harus menyesuaikan diri mereka dengan 

  • pribadi anak. 

Menerima watak anak dan memahami bentuk-bentuk perilaku anak dan menghasilkan kesesuaian, empati antara orang tua dan anak. Anak merupakan amanah bagi orang tua. Allah menjadikan manusia dengan target manusia beribadah pada-Nya dan menjadi khalifah di muka bumi. Oleh karena itu peran seorang pendidik adalah sosok arsitektur pembentuk jiwa dan watak anak didik yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa serta membangun segala potensi anak didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

  • Hakikat Perkembangan

Term ini merupakan inti pokok ulasan mengenai perkembangan manusia yang dianalisis secara tajam oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Sebuah ajakan kontemplatif yang patut diapresiasi sebagai sandaran pemahaman untuk menemukan hakikat diri setiap manusia; dari apa dan untuk apa ia diciptakan, serta kemana ia akan dikembalikan.Piaget dengan teori yang dicetuskannya yaitu teori kognitif yang didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak tempat sebelumnya. Berpandangan pada hal tersebut, penulis juga ingin menukil pendapat Zulkifli, bahwa bayi yang baru lahir merupakan makhluk kecil yang tidak berdaya; kelangsungan hidupnya bergantung pada belas kasihan dan pertolongan orang lain. Untuk kelangsungan hidup itu, alam membekali dua kepandaian yang disebut insting yaitu insting mengisap dan menangis. (Zulkifli, 2006:6)F.J. Monk, A.M.P., Knoers, dan Siti Rahayu Hadinoto juga menjelaskan bahwa bayi yang baru dilahirkan menunjukkan banyak gerak refleks. Masa ini kurang ada perkembangan psikologis yang menarik karena anak hanya melakukan tingkah laku -tingkah laku yang instinktif. 

Penelitian-penelitian dilakukan mengenai tingkah laku instinktif apa saja yang dilakukan oleh anak pada hari-hari pertama sesudah dilahirkan. Diketemukan bahwa 7% waktunya digunakan untuk maka, jadi reaksi yang positif, 1% untuk tingkah laku spontan dan kurang lebih 88% untuk tidur atau semacamnya. Hal inilah yang menyebabkan bahwa periode ini dulu disebut sebagai periode tidur. (FJ Monk, 2008:59-60)


Hal-Hal yang Mengiringi Perkembangan Anak

Anak dalam perkembangannya memerlukan contoh, dalam Islam percontohan yang diperlukan itu disebut uswah hasanah, atau keteladanan. Keteladan ini pertama kali diperoleh dari lingkungan keluarga. Biasanya seorang anak akan mencontoh perbuatan orang terdekat, orang yang dicintai, orang yang dikagumi, atau orang yang memiliki kewibawaan. (Ahmad Kholil, 2006:380)Ibnu Qayyim yang tercatat sebagai ulama mahir di segala bidang, pun menjelaskan kewajiban orang tua dalam mendidik anak-anaknya, sedemikian rinci tugas pokok orang tua dalam mendidik anak telah diuraikannya, oleh karena dalam uraian ini terdapat beberapa kesamaan maka penulis akan menyederhanakannya menjadi beberapa sub pokok bahasan, yaitu:

Mendidik anak dengan kasih sayang

Ibu yang mulia akan mendidik anaknya melalui kelembutan senyum, tatapan dan bisikannya, yang dengannya ia membangun hubungan yang

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak perspektif 

Ibnu Qayyim Al-Jauziah

Anak dalam perkembangannya mempunyai tugas yang sama dengan usianya. Namun realita dan praktek perkembangan anak berbeda-beda antara anak satu dengan yang lain. hal ini disebabkan perbedaan intelegensi, kepribadian, keadaan jasmani, keadaan sosial, bakat dan minat anak itu. Oleh karenanya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah-selain develop mentaliskontemporer- juga memberikan penjelasan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Ulasannya adalah sebagai berikut:

  • Faktor hereditas dalam perkembangan anak

Dari penjelasan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengenai pengaruh hereditas, penulis memahaminya bahwa gagasan Ibnu Qayyim memiliki keterkaitan yang erat dengan developmentalis modern yaitu Schopenhauer yang merumuskan bahwa hereditas (totalitas sifat-sifat karakteristik yang dipindahkan dari orang tua ke anak keturunannya) memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan perkembangan tingkah laku seseorang. Yang kemudian aliran ini dikenal dengan sebutan nativisme.M. Jindar Wahyudi pun menjelaskan, bahwa sifat-sifat dan ciri-ciri dari orang tua yang menurun secara genetika kepada anak-anaknya sangat banyak macamnya, namun kadang-kadang muncul sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak berasal dari orang tuanya sendiri tetapi muncul dari jalur ke atas keturunan kedua orang tuanya. (M.Jidar Wahyudi, 2006:82-83)

  • Faktor lingkungan dalam perkembangan anak

Anjuran Ibnu Qayyim agar dalam mengiringi proses perkembangan, setidaknya anak ada dua hal yang bisa dilakukan oleh orang tua, yaitu:

Melantunkan adzandi telinga kanan anak yang baru lahir dan iqomah di telinga kirinya

Berdasarkan penjelasan Ibnu Qayyim, bahwa mengumandangkan adzan pada telinga kanan bayi, yakni suara adzan itu menjadi seruan awal kepada Allah, kepada agama Islam, dan ibadah untuk Allah, untuk mendahului seruan yang dihembuskan setan. Sehingga fitrah yang menjadi pola dasar penciptaan manusia tidak didahului oleh perubahan yang dibuat setan. Atau untuk menghindarkannya dari perubahan yang direncanakan setan, atau untuk hikmah-hikmah lain.

Member nama yang baik pada anak

Dalam hal ini Ibnu Qayyim memberikan penjelasan, bahwa secara kejiwaan orang yang punya nama yang baik akan malu dengan namanya sendiri. Akibatnya, pengaruh namanya akan membawanya untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan tuntutan namanya dan menjauhi amal perbuatan yang berlawanan dengan nafas nama tersebut.

  • Faktor ketentuan Allah dalam perkembangan anak

Faktor inilah yang memantau dan menjaga besarnya kekuatan alam dan pengasuhan yang memengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Hal ini dapat diterapkan pada semua aspek perkembangan. 

Contohnya, perkembangan kognitif bukan semata-mata produk warisan genetik, ataupun semata-mata produk lingkungan. Sebab pada prinsipnya, ia merupakan kehendak dan kekuatan Allah. Sehubungan dengan hal ini, hereditas dan lingkungan 

merupakan media di mana Allah menunjukkan kecenderungan pola dari perkembangan individu. Dengan demikian, kedua faktor ini memiliki batasan dalam memengaruhi kecenderungan psikologi seseorang secara keseluruhan, batasan tersebut telah ditentukan oleh Allah.




BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah penulis lakukan maka terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Psikologi Perkembangan Anak Perspektif Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Tuhfatul Maudūd bi Ahkāmil Maulūd merupakan psikologi perkembangan yang mengkaji aspek perkembangan manusia khususnya anak dalam perspektif Islam. Dengan demikian, secara umum psikologi perkembangan yang digagas oleh Ibnu Qayyim memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi perkembangan, yaitu proses pertumbuhan atau perubahan manusia. Namun, jika psikologi perkembangan membatasi penelitiannya pada objek material saja, maka melalui studi literatur keagamaan, psikologi perkembangan perspektif Ibnu Qayyim ini dapat memperluas ruang lingkup penelitiannya pada kehidupan yang bersifat transendental.

Berbeda dengan psikologi perkembangan lainnya, psikologi perkembangan perspektif Ibnu Qayyim secara fundamental memandang manusia sesuai dengan citranya sebagai khalifah Allah di muka bumi, seperti yang diterangkan dalam al-qur‟an dan hadits sebagai landasan berpikirnya. Misalnya dalam psikologi perkembangan modern, tingkah laku manusia dikaji dan diperlakukan dengan sudut pandang materialistik Barat. Melalui cara ini, manusia secara fundamental dilihat sebagai makhluk materi. Sedangkan spiritualitas atau komponen di dalamnya kurang dihargai atau bahkan diabaikan sepenuhnya. Pengabaian komponen spiritual pada manusia dianggap menjadi perlu karena keberadaannya tidak dapat memenuhi standar empirisme yang kaku, yang menuntut keakuratan dan presis ilmiah.

Psikologi perkembangan perspektif Ibnu Qayyim juga membahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.






DAFTAR PUSTAKA


Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, 2001, Tuhfatul Maudūd bi Ahkāmil 

Maulūd, Beirut: Dar al-kitab al-‟Arabi.

Departemen Agama Republik Indonesia, 2002, Al-Qur’an dan 

Terjemahannya, Surabaya: Penerbit Al-Hidayah.

Dewantara, Ki Hadjar, 1962, Bagian Pertama: Pendidikan,Jokjakarta: 

Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Jindar Wahyudi, M., 2006, Nalar Pendidikan Qur’ani, Yogyakarta: Apeiron Philotes.Kholil, Ahmad, 2006, Jurnal “el-Harokah” Studi Islam dan 

Kebudayaan, Manusia di Muka Cermin Ibnu Arabi,tk: t.p, vol.63.

Moleong, Lexi J., 1989, Metodologi Penelitiaan Kualitatif,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Monk, F.J. dkk., 2002, Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam 

berbagai bagiannya,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mujib, Abdul, 2006, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.____ dan Mudzakir, Jusuf, 2002, Nuansa-nuansa Psikologi Islam,

Jakarta: PT Raja Grafindo.

Musthofa,Yasin, 2007, EQ untuk anak usia dini dalam pendidikan 

Islam,Yogyakarta: Sketsa. Nur Islam, Ubes, 2007, Mendidik Anak dalam Kandungan : 

Optimalisasi Potensi Anak Sejak Dini, Jakarta: Gema Insani, cetakan kelima. 

Pribadi, Sikun, 1981, Menuju Keluarga Bijaksana, Bandung: Yayasan 

Sekolah Isteri Bijaksana. Purwakania Hasan, Aliah B., 2006, Psikologi Perkembangan Islami, 

Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga 

Pascakematian, Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Qaimi, Ali, 2002, Menggapai Langit Masa Depan Anak, Bogor: Penerbit 

Cahaya.Santoso, Mudji, 1996, Hakekat, Peranan, dan Jemis-jenis Penelitian 

pada Pembangunan Lima Tahun Ke VI, dalam Imron Arifin (ed.), Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan, 

Malang: Kalimasahada.Sholeh, Moh., 2008, Bertobat Sambil Berobat, Rahasia Ibadah Untuk 

Mencegah dan Menyembuhkan Berbagai Penyakit, Jakarta: Penerbit Hikmah.

Zainuddin, M., 2004, Karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, 

Yogyakarta: Pustaka Pesantren.Zulkifli L., 2006, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

TEORI PERKEMBANGAN SIGMUND FREUD DAN KRITIKNYA

  Muhammad Rifqi Arif 191310004235 4 pai a8 PENDAHULUAN Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Frieberg, kota kecil, di daerah Monar...